Di sebuah desa yang dikelilingi oleh pegunungan, tinggallah seorang pemuda bernama Aisy. Sejak kecil, Aisy sudah menunjukkan kecintaannya yang mendalam terhadap Al-Qur’an. Ia sering menghabiskan waktunya di masjid, belajar menghafal ayat-ayat Allah dengan penuh semangat. Meski berasal dari keluarga yang sederhana, Aisy memiliki tekad yang kuat untuk menjadi seorang penghafal Al-Qur’an.
Suatu hari, kabar gembira datang. Aisy telah dipilih untuk mengikuti ujian hafalan Al-Qur’an tingkat daerah, yang merupakan langkah awal menuju ujian hafalan nasional. Ujian ini merupakan kesempatan besar, namun juga tantangan yang berat. Sebagai penghafal Al-Qur’an, Aisy tahu bahwa ujian ini tidak hanya menguji hafalannya, tetapi juga kesabarannya, ketekunannya, dan keikhlasannya dalam mencari ridha Allah.
Aisy mempersiapkan diri dengan tekun. Setiap hari, setelah shalat subuh, ia duduk di sudut rumahnya, dengan mushaf Al-Qur’an terbuka di hadapannya. Di antara doa dan dzikir, ia berusaha menghafal ayat demi ayat, meski terkadang rasa lelah dan rasa ragu datangnya gagal. Beberapa kali ia merasa hampir menyerah, namun ia selalu teringat akan tujuan utamanya: untuk menjaga dan menghafal firman Allah.
Hari ujian pun tiba. Aisy berjalan dengan penuh ketenangan menuju tempat ujian. Meski hatinya berdebar, ia berusaha menjaga sikapnya tetap tenang dan tawakal. Di ruang ujian, para penghafal lain tampak tak kalah cemas. Ada yang terjalin, ada pula yang berbicara untuk menenangkan diri. Namun, Aisy hanya duduk dengan tenang, mengingat-ingat ayat yang telah ia hafal. Ia sadar, ujian ini bukan sekedar tentang berapa banyak ayat yang ia hafal, tapi seberapa besar pengabdian dan keikhlasan hati kepada Allah.
Saat giliran Aisy tiba, seorang penguji membuka mushaf dan mulai membaca beberapa ayat Al-Qur’an. Aisy pun melanjutkan membaca dengan lancar dan mantap. Namun, di satu bagian, tiba-tiba ia lupa beberapa kata. Waktu seolah berhenti sejenak. Ia merasa cemas, namun ia tidak panik. Dalam hati, ia berdoa, “Ya Allah, bantu aku.” Dengan bimbingannya, Aisy bisa melanjutkan hafalannya, meski sempat ragu.
Selesaikan terus hingga selesai. Ketika diumumkan bahwa ia berhasil lulus, Aisy merasa sangat bersyukur, namun di dalam hatinya, ia tahu bahwa ujian sejati bukan hanya pada hafalan, tetapi juga pada kesungguhan niat dan keikhlasan dalam menjaga Al-Qur’an sepanjang hidupnya.
Sejak saat itu, Aisy semakin mantap dalam langkahnya untuk terus menghafal, mengamalkan, dan mengajarkan Al-Qur’an kepada orang lain. Ia menyadari bahwa menjadi penghafal Al-Qur’an bukanlah akhir dari perjalanan, melainkan awal dari sebuah tanggung jawab besar: menjaga dan menyebarkan cahaya Al-Qur’an untuk dunia.
Semoga kisah ini dapat memberikan inspirasi tentang pentingnya kesabaran, ketekunan, dan keikhlasan dalam setiap ujian yang dihadapi, terutama dalam menjalani proses penghafalan Al-Qur’an.